Jumat, 25 November 2011

Pembayaran Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) Distop

Ancaman Kemendikbud terhadap Pegawai Honorer Non APBN/APBD

Suasana tegang bakal mewarnai selebrasi Hari Guru ke-66 besok (25/11). Pasalnya, penyaluran tunjangan profesi pendidik (TPP) bagi guru tidak tetap (GTT) atau guru honorer akan distop. Selain itu, bagi guru yang terbukti ”nakal” saat sertifikasi, TPP-nya terancam harus dikembalikan ke kas negara.Ancaman keras tersebut tertuang dalam surat edaran yang diteken Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ainun Na’im. Surat edaran tersebut juga ditembuskan kepada menteri hingga jajaran eselon I lingkungan kementerian berslogan Tut Wuri Handayani itu.

Ada beberapa poin penting dalam surat edaran bernomor 088209/A.C5/KP/2011 tersebut. Poin pertama ditujukan kepada GTT atau guru honorer yang SK pengangkatannya tidak ditandatangani pejabat berwenang dan gajinya tidak diambilkan dari APBD atau APBN. Guru honorer yang digaji non APBD atau APBN itu lazim disebut guru honorer kategori II. Dalam surat edaran tersebut, guru honorer kategori II tidak bisa disertifikasi.

Ketentuan serupa ditujukan kepada GTT atau guru honorer di sekolah swasta yang SK pengangkatannya tidak berasal dari yayasan. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo di Jakarta kemarin (23/11), ada beberapa guru honorer di sekolah swasta yang mengantongi SK dari kepala sekolah. ”SK-nya bukan dari ketua yayasan,” kata Sulistyo. Menurut surat edaran dari Sekjen Kemendikbud itu, jika ditemukan guru honorer kategori II atau guru honorer di sekolah swasta dengan SK pengangkatan bukan dari yayasan yang tetap lolos sertifikasi, TPP-nya tidak dibayarkan.

Dalam surat itu, kepala dinas pendidikan kabupaten dan kota diimbau memverifikasi dengan benar daftar calon penerima tunjangan sertifikasi. Jangan sampai tunjangan tersebut dikucurkan untuk dua kategori guru honorer itu.Dalam surat tersebut pula, aturan sertifikasi seperti yang tertuang di pasal 63 ayat 5 PP No 74 Tahun 2008 tentang Guru harus benar-benar ditegakkan. Salah satunya, Kemendikbud mengancam memberhentikan atau memecat guru yang terbukti memperoleh sertifikat dengan cara melawan hukum.

Konsekuensi dari pemecatan itu, guru yang bersangkutan harus mengembalikan seluruh TPP yang sudah diterima. Khusus ancaman kedisiplinan dalam memperoleh sertifikat tersebut berlaku untuk guru honorer maupun guru PNS. Kemendikbud juga akan memberikan surat teguran kepada dinas pendidikan kabupaten, kota, hingga provinsi jika ditemukan praktik melanggar hukum dalam penetapan sertifikasi guru. Lebih lanjut, Sulistyo mengatakan bahwa surat edaran itu benar-benar menakutkan bagi guru honorer yang penghasilannya tidak diambilkan dari APBN atau APBD. ”Jika ada yang sudah dinyatakan lolos (sertifikasi guru), terus tunjangannya ditarik, kan kasihan,” ucap dia.

Meskipun begitu, dia mengakui, dalam aturan memang guru honorer yang berhak atas kucuran TPP hanyalah yang mendapat penghasilan dari APBN dan APBD.
”Pertanyaannya sekarang, kenapa mereka bisa sampai lolos sertifikasi. Berarti, dalam sistemnya ada lubang,” ujar pria yang juga menjadi anggota DPD dari Provinsi Jawa Tengah itu. Sulistyo menegaskan, soal lolosnya guru honorer kategori II dalam program sertifikasi tersebut, tidak bisa semata-mata guru yang disalahkan. Dia juga meminta panitia sertifikasi guru, mulai dinas pendidikan kabupaten/kota, provinsi, hingga perguruan tinggi, harus dievaluasi, kenapa ada guru yang seharusnya tidak lolos sertifikasi kok diloloskan. Evaluasi juga harus dilakukan terhadap perwakilan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMP-PMP) Kemendikbud di tingkat provinsi hingga pusat.

Selain itu, ancaman pengembalian uang TPP diperuntukkan guru yang terbukti melanggar hukum saat mendaftar sertifikasi. Pelanggaran tersebut, antara lain, memalsukan ijazah atau menyuap pejabat dinas pendidikan. Sulistyo meminta bukan hanya guru yang disalahkan. Pejabat dinas pendidikan yang meloloskan ijazah palsu atau penerima suap untuk keperluan itu juga harus ditindak tegas.”Logikanya, jika prosesnya sudah salah, kok hanya gurunya yang disalahkan,” tegas Sulistyo. Dia tidak ingin kasus tersebut terulang pada sertifikasi tahun depan. Dia mengakui, akibat keluarnya surat itu, muncul keresahan di beberapa kota. Keresahan yang menonjol dijumpai di Kota Bandung.

Di Kota Lautan Api itu, sejumlah guru honorer kategori II yang siap mengikuti sertifikasi protes. Sebab, mereka merasa terancam tidak bisa ikut sertifikasi gara-gara surat edaran tersebut. Padahal, sebagian di antara mereka sudah terdaftar dalam data nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK) online BPSDMP-PMP Kemendikbud.Di bagian lain, pihak BPSDMP-PMP Kemendikbud selaku ujung tombak sertifikasi guru menanggapi dengan enteng surat edaran itu. Kepala BPSDMP-PMP Syawal Gultom saat ditemui di kantornya mengatakan bahwa surat tersebut tidak bisa dipandang secara kaku. ”Surat itu bersifat kontekstual,” ucap dia.

Gultom menuturkan adanya laporan tentang guru yang lolos sertifikasi, tetapi tidak mengajar sesuai dengan ketentuan, yaitu 24 jam per minggu. ”Sudah nyata-nyata tidak sesuai ketentuan, masak harus dipaksakan menerima tunjangan (TPP, Red),” terangnya. Gultom juga mengharapkan guru-guru tidak terlalu risau dengan keluarnya surat itu. Dia menjelaskan, surat edaran tersebut murni dikeluarkan untuk menegakkan aturan pengucuran TPP. Kemendikbud hanya ingin memastikan bahwa TPP dikucurkan kepada guru yang benar-benar layak menerima. Gultom menambahkan, tidak benar anggapan bahwa upaya penghentian tersebut didasari keuangan negara yang menipis. Dia mengungkapkan, pemerintah sudah menyiapkan duit untuk TPP guru hingga periode pembayaran 2012. Namun, dia belum berani membeberkan apakah keluarnya surat itu akan memengaruhi database calon peserta sertifikasi guru 2012 yang sudah terdata rapi di tempatnya.

Sumber: Pontianak Post



Baca Juga:

0 komentar:

Posting Komentar